Kota Banjar, Berandaperistiwa.com,- Pemerintah tengah menyiapkan peluncuran program Koperasi Merah Putih yang rencananya digelar serentak di seluruh desa dan kelurahan pada Juli 2025.
Di atas kertas, program ini ingin membangun ekosistem ekonomi kerakyatan berbasis desa.
Namun tidak semua pihak sepenuhnya sepakat, sebagian justru mengkhawatirkan potensi kegagalan berulang seperti yang terjadi pada Koperasi Unit Desa (KUD) di masa lalu. Termasuk BumDes.
Jangan Jadi KUD Jilid 2
Salah satu kritik tajam datang dari Ir. Suyono, Ketua Koperasi Ritel Tambun (KORITAN), koperasi distributor bahan baku UMKM yang sudah bertahan lebih dari dua dekade.
Ia menyebut program ini berpotensi menjadi proyek sesaat tanpa perencanaan yang matang dan relevan dengan dinamika desa.
“Ini jangan sampai seperti orang jual kolak di bulan puasa. Ramai sesaat, lalu hilang. Jangan sampai jadi proyek fenomena, tapi harus berbasis dinamika sesuai kebutuhan masyarakat. Koperasi itu sistem bisnis yang harus dikelola dengan logika dan tanggung jawab,” kata Suyono di kantornya, Kamis (24/4/2025).
Pemerintah, menurut Suyono, terlalu tergesa menargetkan pembentukan 80.000 koperasi baru tanpa kejelasan soal siapa yang mengelola, bagaimana sistem keuangan dibangun, siapa sasarannya, hingga sejauh mana jaminan keberlanjutan program itu dirancang.
Menurutnya, lebih baik membangun satu Koperasi Merah Putih di setiap kecamatan sebagai piloting project.
“Jangan sampai sekadar program tempelan lalu dibiarkan gagal seperti sejarah kelam KUD di masa lalu. Koperasi Merah Putih jangan jadi KUD jilid dua,” tegasnya.
Belajar dari Kegagalan yang Nyata
Sejarah koperasi di Indonesia tidak kekurangan catatan kegagalan.
Ribuan KUD, bahkan BUMDes, yang dibentuk lewat berbagai skema sejak era Orde Baru hingga pascareformasi, mengalami nasib serupa: jalan di tempat, mandek, atau sekadar jadi papan nama.
Suyono menyebut, dari data yang ia himpun, lebih dari 97 persen KUD dan BUMDes tidak berjalan optimal.
Alasannya hampir seragam, tidak ada pembinaan, pelatihan, dan pendampingan yang berkelanjutan.
“Koperasi itu bisnis, bukan lembaga sosial. Harus ada pertanggungjawaban tiap rupiah, apalagi kalau dananya dari negara. Jangan sampai mancing di tengah hutan, targetnya enggak kena, duitnya habis,” ucapnya.
Ia menekankan bahwa membentuk koperasi bukan soal seremoni atau pencitraan kebijakan.
“Kalau mau membangun koperasi, bangun dari dasar. Pendampingan, pelatihan, akuntabilitas, dan keberlanjutan. Bukan sekadar bangun papan nama,” ujarnya.
Desa Belum Siap
Nada yang sama dilontarkan oleh Yayat Ruhiyat, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kota Banjar.
Ia mengaku, hingga akhir April 2025, belum ada kejelasan teknis dari pemerintah kota terkait implementasi program Koperasi Merah Putih.
“Kami bukan menghambat, tapi jujur, sampai sekarang belum ada kejelasan. Dana desa saja belum tereksekusi sepenuhnya, lalu tiba-tiba datang program baru lagi,” kata Yayat usai menghadiri acara di Kantor Pertanahan Kota Banjar, Selasa (29/4/2025).
Saat ini, pemerintah desa sedang fokus menjalankan mandat Permendes Nomor 2 Tahun 2024 dan Kepmendes Nomor 3 Tahun 2025 yang mengatur pemanfaatan 20 persen Dana Desa untuk ketahanan pangan.
“Itu saja sudah cukup menyita energi dan perhatian kami,” lanjut Yayat.
Tumpang Tindih Kebijakan
Yayat menyoroti potensi tumpang tindih kelembagaan antara koperasi baru dan BUMDes yang sudah lebih dahulu eksis.
Apalagi, BUMDes kini memiliki legalitas badan hukum melalui PP Nomor 11 Tahun 2021.
Menurutnya, lebih masuk akal jika pemerintah menguatkan BUMDes yang sudah ada, daripada menciptakan badan hukum baru yang belum tentu terintegrasi dengan baik.
“Kalau nanti ada dua badan hukum yang sama-sama bergerak di bidang ekonomi desa, ini justru bisa menimbulkan konflik kelembagaan dan kebingungan teknis di lapangan,” tegasnya.
Baik Suyono maupun Yayat sepakat bahwa pembangunan ekonomi desa harus dimulai dari evaluasi menyeluruh, bukan euforia kebijakan.
Sistem ekonomi kerakyatan tidak bisa dibentuk dalam waktu singkat apalagi dengan pendekatan seremonial.***
Views: 1