Guru Ngaji di Ciamis Ditangkap atas Dugaan Persetubuhan dan Pencabulan Anak di Bawah Umur

Aksi bejat ini dilakukan berulang kali sejak November 2024 hingga Februari 2025 dengan modus janji pernikahan

NHN (25) guru ngaji asal Cihaurbeuti Ciamis, ditangkap polisi pada Selasa (18/6/2025) atas dugaan melakukan tindak asusila terhadap muridnya, MK (15), seorang santri asal Tasikmalaya. (Foto: Abid/Berandaperistiwa.com)
NHN (25) guru ngaji asal Cihaurbeuti Ciamis, ditangkap polisi pada Selasa (18/6/2025) atas dugaan melakukan tindak asusila terhadap muridnya, MK (15), seorang santri asal Tasikmalaya. (Foto: Abid/Berandaperistiwa.com)
banner 120x600
banner 468x60

Ciamis, Berandaperistiwa.com – Seorang guru ngaji sekaligus guru olahraga di salah satu pondok pesantren di Cihaurbeuti, Ciamis, berinisial NHN (25), ditangkap polisi pada Selasa (18/6/2025) atas dugaan melakukan tindak asusila terhadap muridnya, MK (15), seorang santri asal Tasikmalaya.

Aksi bejat guru ngaji di Ciamis ini dilakukan berulang kali sejak November 2024 hingga Februari 2025 dengan modus janji pernikahan.

banner 325x300

Kapolres Ciamis, AKBP Akmal, S.H., S.I.K., M.H., dalam konferensi pers pada Kamis (19/6/2025), didampingi Ketua Forum Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Jawa Barat, Ato Rinanto, dan Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Ciamis, H. Opin, memaparkan kronologi kasus ini.

“Tersangka telah melakukan perbuatan cabul dan persetubuhan terhadap korban sebanyak 10 kali di rumahnya di Cihaurbeuti,” ungkap Akmal.

Modus Pelaku

Berdasarkan penyelidikan, NHN pertama kali mengenal MK pada 2022 saat korban menjadi santri di pondok pesantren tempat tersangka mengajar.

Hubungan yang awalnya bersifat profesional sebagai guru dan murid berubah menjadi komunikasi intens melalui aplikasi WhatsApp.

Pada 2023, saat MK masih duduk di kelas 8, NHN mulai mengajak korban keluar dari lingkungan pesantren dengan dalih kegiatan tertentu.

“Di rumah pelaku, tindakan cabul pertama terjadi, berupa ciuman dan perabaan. Korban kemudian diantar kembali ke pesantren dengan imbalan uang Rp50.000,” jelas Akmal.

Seiring berjalannya waktu, rayuan NHN semakin intens. Pada 2024, pelaku mulai secara rutin mengajak MK ke rumahnya di Cihaurbeuti.

Dengan bujukan dan janji manis untuk menikahi korban, NHN berhasil melancarkan aksi persetubuhan.

“Korban awalnya menolak, tetapi pelaku terus merayu dengan janji pernikahan hingga korban akhirnya luluh,” tambah Akmal.

Kasus Terkuak dari Percakapan WhatsApp

Kasus ini terungkap pada 14 Juni 2025, ketika orang tua MK secara tak sengaja membuka aplikasi WhatsApp di laptop putri mereka.

Mereka menemukan percakapan antara MK dan NHN yang mengindikasikan adanya perbuatan asusila.

Setelah didesak, MK mengaku telah menjadi korban kebiadaban NHN selama berbulan-bulan.

“Orang tua korban langsung melapor ke Polres Ciamis. Kami segera melakukan penyelidikan, memeriksa barang bukti, dan melakukan visum terhadap korban di RSUD Ciamis dengan pendampingan KPAID,” ujar Akmal.

Penyidik bergerak cepat. Pada 18 Juni 2025, setelah mengantongi dua alat bukti yang cukup, NHN ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap di kediamannya di Cihaurbeuti.

Barang bukti yang diamankan termasuk ponsel tersangka yang diduga berisi percakapan dan dokumentasi terkait kasus ini.

Dugaan Korban Lain

Penyelidikan mengungkap fakta yang lebih mencengangkan.

Berdasarkan pengakuan NHN, ia diduga telah melakukan tindakan serupa terhadap lima korban lain, beberapa di antaranya kini sudah dewasa, namun masih di bawah umur saat kejadian terjadi.

“Aksi ini diduga sudah dilakukan sejak 2021. Kami sedang mendalami kasus ini dengan pendekatan hati-hati bersama KPAID untuk memastikan para korban lain mendapat perlindungan dan keberanian untuk bersaksi,” kata Akmal.

Ato Rinanto dari KPAID Jabar menegaskan pentingnya pendampingan psikologis bagi para korban.

“Kami akan memastikan hak-hak korban terpenuhi, termasuk pemulihan psikologis dan perlindungan dari tekanan sosial,” ujarnya.

Sementara itu, H. Opin dari Kemenag menyatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi pengawasan terhadap tenaga pendidik di lingkungan pesantren untuk mencegah kasus serupa terulang.

Ancaman Hukuman

NHN dijerat dengan Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. “Ancaman hukumannya adalah pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar,” tegas Akmal.

Polisi juga sedang menelusuri video dan foto yang diduga berkaitan dengan kasus ini dan sempat beredar di masyarakat.

NHN mengaku bahwa materi tersebut hanya untuk dokumentasi pribadi, tetapi penyidik akan memeriksa isi ponsel tersangka untuk memastikan kebenarannya.

“Kami tidak ingin ada informasi yang bias atau merugikan korban. Penyelidikan akan dilakukan secara menyeluruh,” tambah Akmal.

Peringatan bagi Dunia Pendidikan

Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa predator anak dapat bersemayam di lingkungan yang dianggap aman, seperti pesantren.

Masyarakat Ciamis, khususnya kalangan orang tua, diimbau untuk lebih waspada terhadap lingkungan pendidikan anak-anak mereka.

“Kami akan terus mengembangkan penyidikan untuk mengungkap kemungkinan korban lain dan memastikan keadilan ditegakkan,” tutup Akmal.

Kasus ini juga memicu diskusi tentang perlunya pengawasan ketat terhadap tenaga pendidik, khususnya di lembaga keagamaan, serta pentingnya edukasi kepada anak-anak tentang perlindungan diri dari ancaman pelecehan seksual.***

Views: 3

Views: 3

banner 325x300

Tinggalkan Balasan