BerandaPeristiwa,- Benteng Fort Rotterdam atau yang sebelumnya dikenal dengan nama Benteng Ujung Pandang dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-10, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng dengan arsitektur mengadopsi gaya Portugis dengan bentuk persegi empat dan bebahan dasar campuran batu dan bata.
Bentuk benteng ini sendiri menyerupai seekor penyu yang melambangkan kejayaan kerajaan Gowa baik di laut maupun di darat.
Namun, benteng ini terpaksa diserahkan pada kolonial Belanda karena Sultan Hasanuddin kalah dalam perang Gowa dan dipaksa menandatangani perjanjian Bongayya pada 18 November 1667.
Semua benteng dirobohkan, kecuali Benteng Ujung Pandang. Bagian benteng yang hancur kembali dibangun dengan gaya arsitekrut Belanda.
Benteng ini pun berubah nama menjadi Benteng Fort Rotterdam sesuai dengan nama tempat kelahiran Cornelis J Speelman yang dibangun kembali oleh VOC dengan gaya arsitektur Belanda.
Saat itu benteng Rotterdam digunakan sebagai markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan di wilayah timur Nusantara.
Bangunan ini juga sempat menjadi tempat penawanan Pangeran Diponegoro tahun 1833-1855 dan menjadi tempat tawanan perang para tentara Jepang selama masa Perang Dunia II.
Kemudian pada saat terjadi agresi militer Belanda pada tahun 1845-1949, Benteng Rotterdam sempat dikuasai Belanda.
Hingga pada akhirnya tahun 1970-an, benteng ini mengalami pemugaran oleh pemerintah setempat dan dijadikan destinasi wisata.
Kemudian ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya pada tahun 2010.
Terdapat 16 bagunan dengan arsitektur bergaya Eropa yang berderet mengelilingi dinding bagian dalam benteng, semua bangunan ini menggunakan atap berbentuk pelana dengan kemiringan tajam dan memiliki banyak pintu dan jendela.
Dengan luas sekitar 3 hektar, ada lima bastion (pos penjagaan) di setiap sudut benteng: Amboing, Bone, Baca, Buton, dan Mandarasyah.
Setiap bastion dihubungkan dengan dinding benteng kecuali bagian selatan. Untuk setiap bastion terdapat terap dari susunan batu padas hitam dan batu bata, bastion mememiliki celah yang berfungsi sebagai tempat menembak atau mengintai.
Saat ini bangunan di dalam Benteng Fort Rotterdam dialih fungsikan untuk perkantoran dan pengelolaan pusat budaya Sulawesi Selatan, serta menjadi sarana wisata budaya dan pendidikan. (Sinta/berandaperistiwa)