Ciamis, Berandaperistiwa.com,- Dugaan distribusi ilegal atau rembesan gula kristal rafinasi (GKR) dari Kecamatan Lakbok, Ciamis, Jawa Barat, mendapat sorotan tajam dari Ketua Umum Asosiasi Industri Kecil Menengah Agro (AIKMA), Ir. Suyono.
Dia menyebut rembesan gula rafinasi sebagai bentuk kejahatan ekonomi yang menghancurkan sektor riil dari hulu ke hilir.
“Rembesan gula rafinasi sangat berbahaya. Bisa mengahantam ekonomi nasional,” ujarnya, Kamis (8/5/2025).
Praktik ini juga bisa berdampak serius terhadap kelangsungan pekerja di pabrik gula lokal, penderes nira, dan keamanan pangan konsumen.
Gula rafinasi yang merupakan produk hasil pemurnian gula mentah impor seharusnya didistribusikan sesuai dengan Permendag Nomor 01 Tahun 2019.
Rembesan dari Lakbok Ciamis
Di Kecamatan Lakbok, Ciamis, yang dikenal sebagai sentra gula coklat sukrosa, ditemukan perusahaan (CV) yang memesan hingga ratusan ton gula rafinasi per minggu.
Berdasarkan laporan lapangan, hanya sekitar 1,5 ton per hari yang digunakan untuk produksi legal.
Sisanya, diduga dijual ke IKM lokal di Banjar, Pangandaran hingga wilayah Jawa Tengah. Melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 Tahun 2019.
“Jumlah ini jauh melebihi kebutuhan. Rembesannya ke pasar bebas tidak bisa diabaikan,” kata Suyono.
Di Kota Banjar dan Ciamis penggunaan gula rafinasi dalam olahan gula coklat sukrosa sudah lumrah dilakukan.
Gula rafinasi dicampur dengan berbagai bahan seperti molases, glukosa, sodium metabisulfit tanpa pengawasan komposisi yang ketat.
Produksi Gula Lokal Tertekan
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat mencatat harga gula konsumsi dari pabrik tebu lokal (GKP) merosot hingga 20 persen sejak 2022.
“Kalau praktik ini terus berjalan, para pekerja di industri gula lokal bakal kehilangan pekerjaan. Gula putih konsumsi atau GKP tidak laku, cita-cita swasembada gula punah,” ucap Suyono.
Data pada 2019 lalu, rembesan GKR sempat mencapai 500.000 ton.
Akibatnya, satu juta ton gula lokal tak terserap pasar. Program revitalisasi industri gula nasional pun terhambat.
Tak hanya petani tebu, penderes nira kelapa dan aren juga turut terdampak.
Gula merah alami tak mampu bersaing dengan gula coklat sukrosa berbahan baku gula rafinasi yang jauh lebih murah.
“Gula kelapa kami tidak laku, penderes nganggur,” kata seorang penderes asal Pamarican.
Produksi gula kelapa dan aren, yang mengandalkan tenaga manusia dan kearifan lokal, kini terancam hilang.
Suyono menilai tradisi penderesan, yang menjadi bagian dari identitas budaya agraris Tatar Galuh, berada di ambang kepunahan.
Dampak Ekonomi Hingga Kesehatan
Dampak meluas juga terjadi di tingkat nasional.
Paling tidak, kata Suyono, 15 juta pekerja sektor tebu, mulai dari buruh tanam hingga panen, terancam kehilangan mata pencaharian karena pabrik gula kesulitan menyerap tebu lokal.
Selain itu, sejumlah IKM makanan-minuman tradisional di Yogyakarta, Boyolali, hingga Sulawesi Selatan, gulung tikar akibat ketimpangan pasokan gula rafinasi legal pada 2019.
“Pabrik gula lokal tutup, pekerja dirumahkan. Banyak jiwa dirugikan,” kata Suyono.
Praktik rembesan gula rafinasi bukan hanya berdampak ekonomi, tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan.
Hasil uji laboratorium terhadap gula coklat sukrosa asal Cilacap misalnya, menemukan kandungan natrium metabisulfit hingga 7.000 miligram per kilogram.
Angka ini jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan BPOM, yakni 40 miligram per kilogram.
“Permendag Nomor 01 Tahun 2019 sudah jelas mengatur soal gula rafinasi. Kalau ada yang melanggar, sanksi menanti. Dari sanksi administratif hingga pidana. Yang ngeyel usahanya bisa ditutup,” ujar Suyono.
Pengawasan Lemah
Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia saat RAT Koperasi Ritel Tambun (KORITAN) beberapa waktu silam menyebut bahwa lemahnya pengawasan sebagai akar dari maraknya distribusi ilegal gula rafinasi.
Kasus di Lakbok Ciamis menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan tidak berjalan di tingkat lokal.
Pemerintah Kabupaten Ciamis berupaya mendorong sertifikasi halal dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bagi IKM gula coklat sukrosa.
Namun, rembesan gula rafinasi yang tak terkendali menjadi hambatan utama.
Upaya konfirmasi Beranda Peristiwa kepada pihak perusahaan (CV) di Lakbok yang diduga menjadi pelaku rembesan gula rafinasi gagal dilakukan, Kamis (8/5/2025).
Warga menyebut pihak perusahaan enggan memberi klarifikasi.
“Sampai kiamat mereka nggak mau ketemu,” ucap salah seorang warga.***
Views: 5