Beranda Peristiwa, Ciamis – PGRI Cisaga menegaskan bahwa perlindungan profesi guru masih jauh dari ideal.
Meski berbagai aturan sudah ada, pelaksanaannya dianggap lemah sehingga guru masih menjadi pihak paling rentan menghadapi persoalan hukum.
Ketua PGRI Cisaga, Tutus Tusro, menyampaikan kritik keras terhadap minimnya implementasi perlindungan guru di Indonesia.
Menurutnya, guru hingga kini belum merasakan penghargaan dan perlindungan yang memadai dari negara.
“Penghargaan pemerintah kepada guru itu masih sangat belum terasa. Kondisi sekarang membuat kami merasa sebagai insan yang kurang berharga,” tegas Tutus, usai mengikuti upacara gabungan Hari PGRI ke-80 dan HGN 2025 di SMPN 1 Cisaga, Senin (1/12/2025).
Ia menyebut masih maraknya kriminalisasi guru menjadi bukti bahwa Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) 2005 belum berjalan optimal.
Celah hukum yang luas membuat guru sering menghadapi proses hukum tanpa pembelaan yang proporsional.
Menurut Tutus, perlindungan terhadap guru seharusnya dipegang oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi profesi sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 UUGD.
Namun ia menegaskan bahwa perlindungan tersebut tidak boleh disalahartikan sebagai pembenaran terhadap tindakan kekerasan guru.
“Perlindungan sudah ada dalam UUGD, PP guru, dan Permendikbud 2017. Tetapi implementasinya lemah. Celah ini yang membuat guru sering menjadi korban,” katanya.
Di tengah isu tersebut, Tutus menyambut baik adanya kabar mengenai RUU Perlindungan Guru yang sudah mendapat persetujuan awal dari kepolisian.
“Ini memberi harapan. Kami ingin perlindungan yang jelas dan bisa dilaksanakan,” ujarnya.
Tahun ini, peringatan HGN di Cisaga menjadi rangkaian penutup setelah PGRI menggelar berbagai agenda sejak pertengahan Oktober, di antaranya lomba bola voli antarcabang, lomba pembelajaran, lomba esai, dan menyanyi solo.***
Views: 0
















