Ciamis, Beranda Peristiwa – Aktivis dari Poros Indoor Ciamis, Prima Pribadi menyampaikan kritik soal program Makan Bergizi Gratis (MBG), Minggu, 13 Juli 2025 di Ciamis.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah pusat melalui Badan Gizi Nasional (BGN) layak diapresiasi sebagai langkah strategis menanggulangi gizi buruk dan memperkuat SDM nasional.
Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada dua fondasi utama: pemberdayaan ekonomi lokal dan kepatuhan terhadap standar operasional yang ketat.
Dapur MBG Harus Berpihak pada Petani Lokal
Setiap dapur MBG, baik milik yayasan maupun mitra pemerintah, semestinya diwajibkan mengandalkan pasokan bahan pangan dari petani dan pelaku UMKM lokal.
Hal ini bukan semata demi efisiensi logistik, melainkan sebagai bagian dari strategi kemandirian pangan berbasis daerah.
“Koperasi petani, kelompok nelayan, hingga peternak kecil harus mendapat tempat dalam ekosistem MBG. Kalau negara hadir untuk gizi anak bangsa, negara juga harus hadir memperkuat ekonomi rakyat di sekitarnya,” kata Prima MT Pribadi.
Petunjuk Teknis MBG 2025 sejatinya telah mendorong penggunaan bahan pokok dari Bumdes dan koperasi.
Namun, pelaksanaannya di banyak daerah belum maksimal.
Minimnya pelibatan aktor lokal dikhawatirkan justru menjauhkan program ini dari semangat kedaulatan pangan.
Roti dan Susu Kotak Bukan Solusi Gizi
MBG tidak boleh bergeser menjadi program pengganti sembako. Di lapangan, banyak laporan menyebut adanya penggantian makan siang bergizi dengan makanan instan seperti susu kotak dan roti kemasan.
Padahal, Juknis MBG 2025 secara tegas mengatur bahwa setiap porsi harus memenuhi 30–35 persen Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian anak.
“Program ini bukan proyek sembako atau konsumsi darurat. Kita bicara soal masa depan kecerdasan anak bangsa. Gula tinggi pada roti kemasan bisa jadi bom waktu kesehatan,” ujar Prima Pribadi.
Pengelola dapur dan bidang gizi di setiap SPPG harus berkomitmen pada menu yang layak dan seimbang.
Tidak Ada Ruang untuk Kompromi terhadap SOP
Penerapan MBG harus berjalan berdasarkan dokumen resmi: SOP, juklak, dan juknis.
Standar menu, ukuran porsi, hingga proses distribusi telah diatur secara detail, termasuk lima kunci keamanan pangan versi WHO.
Mulai dari kebersihan dapur, sanitasi bahan makanan, hingga keamanan alat makan, semuanya wajib diawasi.
“Tak boleh hanya nasi dan mie goreng,” kritik Prima Pribadi terhadap praktik dapur yang tidak memenuhi unsur gizi seimbang.
Bidang gizi perlu memastikan kehadiran karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayuran, serta buah di setiap piring makan anak.
Pengawasan bukan sekadar mencari-cari kesalahan, melainkan memastikan bahwa dana publik benar-benar digunakan untuk meningkatkan kesehatan generasi penerus.
MBG Bisa Jadi Tonggak Perubahan Sosial
Apabila dilaksanakan dengan benar, MBG dapat menjadi revolusi sosial: memutus rantai kemiskinan gizi, membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian dan logistik lokal, serta membangun kesadaran anak-anak terhadap makanan sehat berbasis lokal.
Karena itu, saya mengajak semua pihak—pemerintah daerah, pengelola yayasan penerima bantuan, hingga orang tua siswa—untuk aktif mengawal pelaksanaan MBG.
Program ini bukan semata tentang makan siang, melainkan tentang keadilan sosial yang disajikan di atas piring makan anak-anak Indonesia.***
Views: 2