BerandaPeristiwa, Ciamis,- Kabid Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciamis, dr. Bayu Yudiawan, memastikan bahwa seluruh ranah kewenangan klinis di RSUD Ciamis telah menjalani proses kredensial, Jumat (26/7/2024).
dr. Bayu menjelaskan kredensialing adalah evaluasi kelayakan seseorang untuk melaksanakan standar kompetensi kewenangan klinis.
Proses ini mencakup berbagai jenis kewenangan klinis, seperti medis, asuhan keperawatan, dan kewenangan klinis dari tenaga profesi lain yang terlibat dalam pemberian layanan klinis kepada pasien.
Evaluasi ini memastikan bahwa setiap tenaga kesehatan memberikan layanan sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk menjaga profesionalitas dan kualitas pelayanan.
“Di RSUD, terdapat 21 ranah kewenangan klinis. Berada di bawah Satuan Medis Fungsional (SMF). Seiring dengan perkembangan layanan kesehatan, jumlah ranah kewenangan klinis ini mungkin akan terus bertambah,” jelas dr. Bayu.
Setiap kewenangan klinis ini diujikan untuk memastikan kompetensi mereka, baik melalui standar dari perhimpunan profesi maupun tes kompetensi langsung.
Selain itu, kredensial dilakukan karena pelayanan medis selalu berkembang seiring dengan kemajuan teknologi.
Sebagai contoh, prosedur operasi katarak yang dahulu dilakukan dengan sayatan biasa kini menggunakan teknologi laser yang lebih modern.
Untuk memastikan kompetensi dokter dalam menggunakan teknologi baru ini, RSUD Ciamis melakukan kredensialing dengan melihat sertifikasi dan mengadakan evaluasi lapangan.
Proses kredensial harus dilakukan secara berkala setiap tahun sekali dan jika tidak melakukannya, maka ada konsekuensi yang disebut tuntutan klinis, bukan sanksi.
“Jika tidak ada sertifikasi, otomatis dokter tersebut tidak diberi kewenangan untuk melakukan prosedur yang memerlukan teknologi tersebut,” kata dr. Bayu.
Namun, lanjutnya, Dia tetap bisa melakukan prosedur lain yang sesuai dengan standar kompetensinya, tetapi untuk layanan khusus yang dia tidak kompeten, kewenangannya akan dibatasi.
Lebih lanjut, dr. Bayu menjelaskan untuk penguji kredensial biasanya adalah kolegium dari organisasi profesi yang bersangkutan.
Misalnya, dokter spesialis penyakit dalam diuji oleh PAPDI (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia), dokter kardiologis oleh PERKI (Perhimpunan Kardiologis Indonesia), dan sebagainya.
“Untuk dokter umum, ada PDUI (Persatuan Dokter Umum Indonesia) yang memiliki kolegium berisi guru besar yang menguji dan mengeluarkan sertifikat kompetensi,” lanjutnya.
Selain sertifikat dari kolegium, biasanya dilakukan pengujian ulang di lapangan (re-kredensialing) oleh penguji yang paham dan berwenang dalam ranah kewenangan klinis tersebut.
Ini memastikan bahwa tenaga medis dapat beradaptasi dengan alat dan prosedur terbaru.
“Kredensialing di dalam institusi, seperti rumah sakit, dilakukan oleh pimpinan institusi, seperti direktur rumah sakit. Berdasarkan rekomendasi dari organisasi profesional,” tambah dr. Bayu.
Lebih lanjut, dr. Bayu menjelaskan, setiap spesialisasi memiliki ranah kewenangan klinis yang lebih detil. Misalnya, untuk dokter spesialis mata, kewenangan klinis mereka terus diperbarui seiring dengan perkembangan layanan dan teknologi medis.
Selain dokter, profesi lain seperti fisioterapis juga harus melalui proses kredensialing. Peningkatan kompetensi tenaga medis yang belum memenuhi standar diwajibkan untuk mengikuti pelatihan tambahan hingga dinyatakan kompeten.
Kemudian, fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas juga sudah melakukan kredensial. Kebijakan ini sudah diberlakukan sesuai dengan amanat undang-undang sejak 2017.
“Dengan kredensialing yang ketat dan berkala, RSUD memastikan bahwa semua tenaga medis dan klinis memberikan layanan yang aman dan berkualitas tinggi kepada pasien,” tegas dr. Bayu.***