GOW Ciamis Ajak Masyarakat Cegah Pernikahan Anak

Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Ciamis bersama Dinas P2KBP3A menggelar sosialisasi "STOP Pernikahan Anak". (Foto: Istimewa)
Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Ciamis bersama Dinas P2KBP3A menggelar sosialisasi "STOP Pernikahan Anak". (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

CIAMIS,- Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Ciamis bersama Dinas P2KBP3A menggelar sosialisasi “STOP Pernikahan Anak” pada Kamis (14/11/2024) di Gedung Puspita Ciamis.

Acara ini bertujuan mengedukasi masyarakat, khususnya para orang tua, tentang dampak negatif pernikahan usia dini dan pentingnya menjaga anak-anak agar dapat berkembang sesuai usianya.

banner 325x300

Berdasarkan data tahun 2022, tercatat 5.523 kasus pernikahan anak di Jawa Barat, menjadikan provinsi ini sebagai wilayah dengan angka pernikahan anak tertinggi ketiga di Indonesia.

Ketua GOW Ciamis, Hj. Talbiah Munadi, menjelaskan pentingnya peran orang tua dalam mencegah pernikahan dini dengan memberi pemahaman mengenai dampaknya.

“Pernikahan pada usia dini bisa merugikan anak, baik secara fisik maupun mental. Kami ingin para ibu memahami risiko-risiko ini,” ujar Talbiah.

Hj. Talbiah, mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama yang memicu perkawinan anak di Kabupaten Ciamis adalah kekhawatiran orang tua terhadap hubungan pacaran anak-anak mereka.

Banyak orang tua yang khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kehamilan di luar nikah, sehingga cenderung memilih menikahkan anaknya lebih cepat begitu ada lamaran.

Kemudian GOW Ciamis juga berencana untuk memgkampanyekan agenda ini di tahun 2025 mendatang.

“Kalau di Jabar ada program STOPAN JABAR untuk menekan angka perkawinan anak, kita di organisasi wanita juga ada program dari Kowani pusat. Tadi dengan Pak Kadis sudah sepakat untuk mengkampanyekan ini lebih masif di tahun 2025, salah satunya melalui majelis taklim, karena bisa lebih efektif,” jelas Hj. Talbiah.

Dia berharap, melalui sosialisasi ini, angka perkawinan anak di Ciamis dapat menurun dan generasi muda bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik terkait pernikahan yang sehat dan terencana.

Pengaruh Kemajuan Teknologi dan Faktor Sosial

Penjabat Ketua TP PKK, Iis Cahyaningsih, berpendapat jika peran teknologi digital yang kini semakin mudah diakses anak-anak turut mendorong kenaikan angka perkawinan anak.

“Teknologi membawa dampak positif, tetapi juga negatif, terutama bagi anak-anak yang semakin mudah mengakses konten yang tidak sesuai umur mereka, seperti pornografi. Hal ini bisa memicu pergaulan bebas dan akhirnya meningkatkan risiko pernikahan anak,” jelas Iis.

Iis menambahkan bahwa faktor sosial, budaya, agama, dan ekonomi juga berperan dalam tingginya angka pernikahan anak. Misalnya, anak-anak dari keluarga kurang mampu yang terpaksa menikah muda untuk meringankan beban orang tua.

Iis juga menghimbau agar Tim Pendamping Keluarga (TPK) terus memberikan sosialisasi kepada para remaja tentang pentingnya perencanaan masa depan sebelum menikah.

Risiko dan Dampak Pernikahan Anak

Pernikahan di usia anak-anak memiliki banyak risiko, baik dari segi fisik, psikis, maupun ekonomi. Kepala Dinas P2KBP3A Ciamis, Dian Budiana, menjelaskan bahwa pernikahan dini rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi karena usia yang belum siap.

“Pernikahan anak tidak hanya merugikan kesehatan fisik ibu dan bayi, tetapi juga meningkatkan risiko stunting dan kematian pada ibu dan bayi,” ucap Dian.

Ia juga menegaskan bahwa Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 menetapkan usia minimal pernikahan untuk pria dan wanita adalah 19 tahun.

Namun, lanjut Dian, usia yang lebih sehat untuk menikah yaitu 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria, agar reproduksi berlangsung dengan baik dan menghasilkan generasi yang sehat.

“Perkawinan anak, sering kali mengakibatkan anak-anak terjebak dalam siklus masalah yang berkepanjangan, mulai dari rendahnya kualitas pendidikan, kesehatan yang buruk, hingga kesulitan ekonomi di masa depan,” ujarnya.

Dian menambahkan bahwa anak-anak yang menikah di usia dini berpotensi besar mengalami kekerasan, baik fisik, emosional, maupun seksual, yang berdampak pada kesejahteraan mereka.

“Harapan kami, sosialisasi ini bisa membuka wawasan para ibu di Ciamis untuk menjaga anak-anak mereka agar tetap berada dalam lingkungan yang aman dan sehat, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang siap menyongsong masa depan,” tambahnya.***

banner 325x300

Tinggalkan Balasan