FLS3N dan Ruang Tumbuh yang Kerap Terlupa dalam Sistem Pendidikan Kita

Saat angka-angka jadi tolok ukur utama, ratusan siswa di Ciamis membuktikan bahwa seni masih relevan sebagai cara memahami diri.

Dua siswa SD tampil memukau dalam lomba pantomim FLS3N tingkat Kabupaten Ciamis tahun 2025. (Foto: Ist)
Dua siswa SD tampil memukau dalam lomba pantomim FLS3N tingkat Kabupaten Ciamis tahun 2025. (Foto: Ist)
banner 120x600
banner 468x60

Ciamis, Berandaperistiwa.com,- Selasa pagi (6/5/2025), halaman SDN 1 Cijeungjing ramai. Bukan karena ujian atau upacara, melainkan oleh ratusan siswa SD dari berbagai penjuru Kabupaten Ciamis yang datang membawa satu semangat: FLS3N Tingkat Kabupaten Ciamis.

Sebanyak 270 siswa dari seluruh kecamatan di Ciamis berkumpul dalam Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS3N) tingkat kabupaten.

banner 325x300

Ini adalah tahap awal dari jenjang seleksi nasional yang digelar Kementerian Pendidikan.

Di tingkat Kabupaten Ciamis, Dinas Pendidikan menjadi penyelenggaranya, dan tahun ini kegiatan berlangsung lebih semarak dari biasanya.

Namun, di balik semarak itu, FLS3N menyimpan cerita lain, soal bagaimana seni jadi napas terakhir dari sistem pendidikan yang makin teknokratis.

Seni sebagai Ruang Tumbuh Alternatif

“FLS3N bukan sekadar lomba. Ini ruang tumbuh bagi anak-anak kita,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, Dr. Erwan Darmawan, saat membuka kegiatan.

Ucapan itu bukan sekadar basa-basi. Dalam FLS3N, siswa yang selama ini terkungkung oleh angka rapor, AKM, dan target akademik, akhirnya bisa bernapas lewat gerakan tari, bait puisi, nada vokal, hingga karya kriya.

Ada tujuh cabang lomba: mendongeng, gambar ekspresi, tari, pantomim, vokal solo, cipta puisi, dan seni kriya.

Setiap cabang bukan hanya menguji keterampilan, tetapi juga keberanian mengekspresikan perasaan.

“Juara bukan akhir. Ini awal perjalanan mereka,” tambah Erwan.

FLS3N adalah tentang menemukan siapa yang bisa jujur melalui karya.

Listrik Padam, Kreativitas Menyala

Di tengah pelaksanaan lomba, listrik sempat padam. Tetapi alih-alih panik, panitia sigap menyalakan genset. Lomba terus berlangsung. Tak ada keluhan. Tak ada peserta yang mundur.

Wakil Koordinator FLS3N Ciamis, Iwa Rustiawan, menyebut momen ini sebagai bukti bahwa semangat seni tidak bisa padam.

“Gangguan teknis bukan penghalang. Justru jadi bagian dari proses pembelajaran,” katanya.

Menurut Iwa, FLS3N tahun ini juga menjadi parameter keberhasilan pembinaan seni di satuan pendidikan dasar.

Ia menyebut bahwa dana kegiatan berasal dari APBD, sementara seleksi tingkat kecamatan dibiayai lewat dana BOS.

Meski terlihat antusias, FLS3N menyisakan persoalan klasik, minimnya perhatian pada seni sebagai bagian utama pendidikan.

Di sekolah, seni kerap diposisikan sebagai “pelengkap kurikulum”, bukan “pondasi pembentukan karakter”.

Pendamping kontingen dari Kecamatan Rancah, Tedi Prayanto Irawan, menyampaikan bahwa persiapan dilakukan secara mandiri dan hanya terbatas saat ada lomba.

“Pembinaan rutin belum maksimal. Harusnya seni jadi program tahunan yang terstruktur,” ujarnya.

Tedi membawa 12 siswa yang mewakili semua cabang. Ia yakin potensi ada, tinggal perhatian yang perlu ditingkatkan.

Harapan agar Tak Sekadar Seremonial

Dalam sistem pendidikan yang makin terstandarisasi, FLS3N hadir sebagai bentuk kecil perlawanan.

Ia mengajarkan bahwa tidak semua hal bisa dinilai dengan angka. Bahwa nilai bukan satu-satunya ukuran.

Ajang ini bukan sekadar cari pemenang. Tapi juga cara mendidik keberanian tampil, menyampaikan ide, dan menghargai proses.

Untuk anak-anak dari kampung yang jauh dari pusat, bisa hadir di SDN 1 Cijeungjing saja sudah menjadi pengalaman langka. Menang atau kalah jadi tidak terlalu penting.

Mereka pulang membawa cerita, keberanian, dan mungkin, kepercayaan diri baru.

FLS3N adalah contoh bahwa negara masih punya ruang untuk mendukung seni.

Tapi jika hanya berlangsung musiman, tanpa pembinaan berkelanjutan, maka ia akan kembali jadi kegiatan seremonial.

Iwa dan para pendamping berharap tahun depan ada alokasi khusus untuk pembinaan seni.

Bukan hanya dana, tapi juga pelatihan guru, penyediaan sarana, dan jangka panjang, masuknya seni ke dalam visi besar pendidikan nasional.***

Views: 13

Views: 2

banner 325x300