BPOM dan Pemerintah Sama-Sama Ompong Soal Gula Cokelat Sukrosa

Gula cokelat sukrosa (GCS), produk olahan yang jamak ditemui di pasar tradisional dari Jawa Tengah hingga Lampung, diduga mengandung zat tambahan berbahaya seperti natrium metabisulfit di atas ambang batas

BPOM dan Pemda Sama-Sama Ompong Soal Gula Cokelat Sukrosa/Foto: Ist
BPOM dan Pemda Sama-Sama Ompong Soal Gula Cokelat Sukrosa/Foto: Ist
banner 120x600
banner 468x60

Ciamis, Berandaperistiwa.com,- “Kalau begini terus, BPOM itu seolah cuma jadi penonton. Sudah lima tahun lebih gula cokelat sukrosa diproduksi sembarangan, tapi standar nasional tak kunjung ada. Ini kelalaian yang berbahaya,” kata Muhamad Abid Buldani, aktivis Komunitas Lingkar Mata Hati, saat ditemui di Banjarsari Ciamis, Selasa (20/5/2025).

Pernyataan Abid mencerminkan kegelisahan yang mengendap lama di kalangan penggiat pangan lokal.

banner 325x300

Gula cokelat sukrosa (GCS), produk olahan yang jamak ditemui di pasar tradisional dari Jawa Tengah hingga Lampung, diduga mengandung zat tambahan berbahaya seperti natrium metabisulfit di atas ambang batas.

Namun hingga kini, belum ada regulasi nasional yang mengatur secara spesifik komposisi dan standar produksinya.

Inspeksi gabungan yang dilakukan pada 20 Mei 2025 di Kecamatan Lakbok, Ciamis, oleh Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan (DKUKMP) bersama Dinas Kesehatan Ciamis serta Disperindag dan BBPOM Jawa Barat menemukan satu IKM menggunakan natrium metabisulfit sebanyak 250-500 gram dalam sekali proses produksi 150 kilogram.

Padahal, sesuai Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019, batas residu sulfit maksimal dalam produk pangan adalah 20 mg/kg.

Pemerintah Daerah Tak Bergigi, Pusat Tak Kunjung Hadir

Kondisi ini tak hanya menunjukkan kelonggaran pengawasan, tapi juga ketimpangan perlindungan konsumen antarwilayah.

Di saat Kabupaten Cilacap telah menetapkan Peraturan Bupati No. 33 Tahun 2024 yang mengatur secara rinci standardisasi industri GCS, Ciamis dan Kota Banjar justru belum memiliki regulasi teknis serupa.

“Produk banyak yang tidak mencantumkan komposisi. PIRT juga banyak yang belum diurus. Ini jelas berisiko,” kata Abid.

Menurutnya, para produsen kecil selama ini mengandalkan naluri dan kebiasaan turun-temurun, bukan pengetahuan keamanan pangan.

Sementara itu, BPOM RI dinilai lalai menjalankan perannya sebagai pengawas pangan nasional.

GCS yang semestinya diawasi secara ketat justru dibiarkan beredar dengan pelabelan dan komposisi yang simpang siur.

“BPOM seolah terkena masuk angin. Sepertinya ada pengaruh pengusaha besar yang menahan lahirnya regulasi ketat,” tambah Abid.

Risiko Konsumen Tak Terlihat di Label

Natrium metabisulfit memang umum digunakan sebagai bahan tambahan pangan.

Namun penggunaannya harus sesuai dosis dan wajib dicantumkan dalam label.

Jika tidak, konsumen bisa mengalami reaksi alergi, gangguan pernapasan, hingga risiko kerusakan organ dalam jangka panjang.

Dari lima IKM yang diperiksa di Lakbok, hanya satu yang mencantumkan label “gula cokelat sukrosa” dan memiliki izin PIRT, yakni PD Sumber Kehidupan milik Paimin.

Namun, komposisi yang dicantumkan tetap tidak lengkap.

Kepala Bidang Industri DKUKMP Ciamis, Dini Kusliani, menyebut pentingnya penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) serta pelabelan yang transparan.

Hal serupa disampaikan Sanitarian Dinas Kesehatan Ciamis, Ii Suarni, yang menyebut bahwa produk dengan daya simpan lebih dari tujuh hari wajib memiliki izin edar resmi.

Cilacap Menata, Ciamis dan Banjar Masih Terlelap

Langkah Cilacap dinilai progresif. Perbup 33/2024 mengatur batas sukrosa, penggunaan BTP, pelabelan, pengolahan limbah, hingga sanksi administratif bagi pelanggar.

Pengawasan dilakukan oleh Tim Jejaring Keamanan Pangan Daerah (TJKPD) yang memiliki mandat tegas.

“Model seperti Cilacap penting diadopsi, karena tidak hanya memberi arahan teknis, tetapi juga memastikan ada konsekuensi hukum,” ujar Abid.

Sebaliknya, di Ciamis dan Banjar, edukasi dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat.

Hal ini membuat upaya pembinaan mudah diabaikan oleh pelaku usaha.

Desakan kepada Pemerintah dan BPOM

Abid mendesak BPOM segera menerbitkan standar nasional untuk GCS.

Tanpa itu, regulasi lokal tidak akan cukup kuat.

Ia juga menyerukan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Perdagangan dan aparat penegak hukum, untuk menertibkan penggunaan gula rafinasi dan molases non-food grade.

“Kalau kita terus membiarkan produksi pangan dilakukan tanpa standar, kita sedang berjudi dengan kesehatan generasi sendiri,” pungkasnya.***

Views: 22

Views: 16

banner 325x300

Tinggalkan Balasan