Buku Restorasi Organisasi, Refleksi Guru terhadap Peran PGRI yang Kian Kabur

Versi digital buku juga dapat diakses melalui pemindaian kode QR di sampul, sebagai bentuk semangat keterbukaan dan kemudahan akses terhadap gagasan perubahan

Buku Restorasi Organisasi karya Nanang Heryanto, seorang kepala sekolah sekaligus aktivis pendidikan dari Lakbok, Kabupaten Ciamis, mencuri perhatian dalam Expo Pendidikan Ciamis 2025, Rabu (Abid/Berandaperistiwa.com)
Buku Restorasi Organisasi karya Nanang Heryanto, seorang kepala sekolah sekaligus aktivis pendidikan dari Lakbok, Kabupaten Ciamis, mencuri perhatian dalam Expo Pendidikan Ciamis 2025, Rabu (Abid/Berandaperistiwa.com)
banner 120x600
banner 468x60

Ciamis, Berandaperistiwa.com — Buku Restorasi Organisasi karya Nanang Heryanto, seorang kepala sekolah sekaligus aktivis pendidikan dari Lakbok, Kabupaten Ciamis, mencuri perhatian dalam Expo Pendidikan Ciamis 2025, Rabu (18/6/2025).

Lewat karya ini, Nanang mengajak para guru untuk menghidupkan kembali peran dan ruh perjuangan organisasi profesi guru, khususnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), yang dinilai kian menjauh dari cita-cita awal.

banner 325x300

Buku tersebut dipamerkan di stan Koordinator Wilayah (Korwil) Lakbok dan sontak menarik perhatian pengunjung expo, mulai dari kalangan guru, pengawas sekolah, hingga pegiat pendidikan dan masyarakat yang hadir.

Versi digital buku juga dapat diakses melalui pemindaian kode QR di sampul, sebagai bentuk semangat keterbukaan dan kemudahan akses terhadap gagasan perubahan.

Nanang menegaskan, buku tersebut tidak dimaksudkan untuk menggurui atau menghakimi, melainkan menjadi refleksi bersama agar PGRI tidak lagi terjebak sebagai organisasi simbolik.

Ia menekankan bahwa perubahan sejati harus dimulai dari dalam, yaitu mengubah paradigma para anggota sebelum bicara soal program kerja.

“Organisasi guru jangan dibiarkan jadi kendaraan para elite. Ia harus kembali ke akar, tempat guru bertumbuh, saling belajar, dan berjuang bersama,” ujar Nanang saat ditemui di lokasi expo.

Buku ini menyodorkan sejumlah gagasan kritis seperti pentingnya pemurnian ruh organisasi, kepemimpinan melayani, serta regenerasi kader.

Salah satu bab secara khusus menyoroti absennya peran kultural PGRI di tengah meningkatnya beban administratif dan tekanan struktural pada guru.

Nanang sendiri menyatakan bahwa ia tidak memiliki ambisi politik apa pun di balik penulisan buku ini. Baginya, ini adalah bentuk tanggung jawab moral sebagai bagian dari komunitas pendidik.

“Restorasi bukan tentang siapa yang memimpin. Ini tentang bagaimana kita bersama-sama membangun kesadaran baru, bahwa guru bukan sekadar pelaksana, tapi penentu arah pendidikan bangsa,” tegasnya.

Resonansi atas buku ini semakin menguat karena diluncurkan menjelang proses regenerasi kepemimpinan di tubuh PGRI Ciamis.

Tak sedikit pihak yang melihat Restorasi Organisasi sebagai tawaran arah baru yang lahir dari bawah, bukan instruksi dari atas.

Perlawanan Intelektual

Buku Restorasi Organisasi karya Nanang Heryanto. (Foto: Abid/Berandaperistiwa.com)
Buku Restorasi Organisasi karya Nanang Heryanto. (Foto: Abid/Berandaperistiwa.com)

Mantan Kepala Bidang SMP Disdik Ciamis, Dudung Abdullah, menyatakan bahwa budaya menulis dan refleksi kritis seperti ini layak diapresiasi.

Ia berharap karya seperti ini bisa menjadi pemantik diskusi dan pembaruan organisasi profesi guru ke depan.

“Budaya inisiatif harus didorong, menggantikan budaya instruksi. Kalau ini dibaca serius, bisa jadi jalan tengah menuju PGRI yang lebih adaptif,” ujarnya.

Dudung juga mengapresiasi keberanian penulis menyentil realitas internal organisasi profesi guru yang kerap terperangkap dalam agenda seremonial semata.

“Selama ini, banyak guru yang merasa tidak punya ruang dalam PGRI. Keanggotaan hanya administratif. Ketika ada aspirasi, tidak tahu harus disalurkan ke mana. Buku ini membuka ruang evaluasi,” ujar Dudung.

Menurutnya, regenerasi organisasi harus dibarengi dengan transparansi dan demokratisasi internal.

Ia menyebut pentingnya dialog antargenerasi guru serta pendampingan kepemimpinan dari bawah, bukan hanya penunjukan dari atas.

Lebih lanjut, Dudung melihat buku Restorasi Organisasi sebagai bentuk “perlawanan intelektual” terhadap budaya birokratisasi organisasi.

“Buku ini menantang status quo. Ia bukan sekadar refleksi, tapi semacam manifestasi kegelisahan kolektif guru daerah yang merasa organisasinya stagnan,” ucap Dudung.

Ia menambahkan, selama ini banyak inisiatif guru yang tidak mendapat respons organisasi.

Padahal, menurutnya, PGRI seharusnya menjadi katalisator inovasi dan pelindung moral profesi, bukan hanya pelengkap dalam agenda rapat atau seremoni peringatan.

“Kalau organisasi hanya aktif saat menjelang pemilihan pengurus, itu tanda kita sedang kehilangan arah. Buku ini mengingatkan kita untuk kembali merumuskan jati diri organisasi guru,” katanya.***

Views: 1

Views: 1

banner 325x300

Tinggalkan Balasan