Sawah Menyusut di Cisaga, Krisis Air Tak Kunjung Usai

Sedimentasi bendungan dan saluran irigasi rusak membuat ratusan hektare sawah di Kecamatan Cisaga terancam alih fungsi

Sedimentasi bendungan dan saluran irigasi rusak membuat ratusan hektare sawah di Kecamatan Cisaga terancam alih fungsi. (Foto: Ist)
Sedimentasi bendungan dan saluran irigasi rusak membuat ratusan hektare sawah di Kecamatan Cisaga terancam alih fungsi. (Foto: Ist)
banner 120x600
banner 468x60

Ciamis, Berandaperistiwa.com — Kepala Desa Cisaga, Toha, tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

Krisis air yang melanda wilayahnya selama hampir dua dekade telah memaksa banyak petani di Cisaga dan sekitarnya mengalihfungsikan sawah.

banner 325x300

“Dulu kami bisa panen dua sampai tiga kali setahun. Sekarang, satu kali pun sulit,” kata Toha usai pertemuan lintas desa di Aula Desa Cisaga, Jumat, (13/6/2025).

Masalah utama terletak pada Bendungan Cihampalu di Desa Karyamulya yang mengalami sedimentasi berat.

Air yang semestinya ditampung, hanya menggenang di pelataran.

Saluran irigasi Wangundirja sepanjang sembilan kilometer pun tak lagi sanggup mengalirkan air ke sawah-sawah di Kecamatan Cisaga, terutama Desa Cisaga dan Mekarmukti.

Sawah-sawah itu kini sebagian berubah jadi kebun dan ladang tak terawat. Petani kesulitan bertahan.

“Banyak yang dibiarkan ditumbuhi ilalang,” ujar Toha.

Dari 15 hektare sawah produktif di desanya, kini hanya tersisa sekitar 10 hektare.

Toha mengaku sudah menyampaikan masalah ini sejak ia masih menjadi kepala dusun.

Namun hingga ia menjadi kepala desa, krisis air tak kunjung terpecahkan.

“Sudah disampaikan berulang kali di Musrenbang, hasilnya nihil,” ujarnya.

Infrastruktur Buruk

Irigasi Wangundirja pernah mendapat kucuran dana perbaikan sebesar Rp 1,2 miliar pada 2023.

Tahun ini, menurut informasi, ada alokasi tambahan senilai Rp 1,6 miliar.

Namun Toha menilai percuma jika perbaikan hanya menyentuh saluran.

“Kalau bendungannya tidak dibenahi, air tetap tak akan mengalir. Harus dimulai dari hulu,” kata dia.

Kondisi saluran sekunder yang disebut warga sebagai “irigasi cacing” juga memburuk.

Saluran air yang seharusnya mendistribusikan air ke petak-petak sawah kini tertutup endapan lumpur dan ditumbuhi rumput liar.

Jika tidak segera ditangani, ratusan hektare sawah produktif di Cisaga dan desa sekitarnya terancam beralih fungsi.

Petani tak lagi menanam padi, tapi sayur musiman, atau malah meninggalkan lahannya.

Kepala Desa Cisaga, Toha berharap pemerintah tak lagi sekadar menjanjikan program.

“Air itu kebutuhan pokok petani. Kalau terus dibiarkan, kita tinggal menghitung mundur hilangnya sawah-sawah itu,” tegasnya.

Kepala Desa Karyamulya, Dudung, mengatakan tinggi bendungan dan lubang saluran saat ini terlalu kecil.

Pada 1970 hingga 1980-an, aliran air dari Cihampalu masih mampu menjangkau hingga Purwaharja, Kota Banjar.

Kini, air tak mampu mencapai Cisaga sekalipun.

Tumpang Tindih Kewenangan

Anggota DPRD Ciamis, Eson, menyebut lambannya penanganan irigasi Wangundirja disebabkan tumpang tindih kewenangan.

Saluran itu melintasi dua wilayah administratif, Ciamis dan Kota Banjar, sehingga masuk kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Ada irigasi desa, kabupaten, provinsi, dan pusat. Semuanya tumpang tindih, akhirnya tidak ada yang benar-benar bertanggung jawab,” ujar Eson.

Eson juga mengkritik kualitas proyek perbaikan tahun 2023 yang menurutnya buruk.

Ia menyarankan agar pengerjaan irigasi dilakukan secara swadaya oleh petani.

“Mereka yang tahu kebutuhan air dan pasti akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh,” ujarnya.

Pusat Turun Tangan?

Saat ini, pemerintah pusat melalui Instruksi Presiden telah mengatur percepatan pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi.

Berdasarkan Perpres terbaru, Kementerian PUPR melalui rekomendasi Kementerian Pertanian kini bisa membangun irigasi sekunder dan tersier, tak lagi terbatas oleh kewenangan daerah.

Anggota DPR RI, Heri Darmawan, menyebut pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 12 triliun pada 2025 untuk perbaikan irigasi dalam upaya mendukung swasembada pangan.

Namun ia mengakui, penyaluran air tetap menjadi persoalan terbesar.

“Masalah pupuk sebagian besar sudah terselesaikan. Tapi tanpa air, optimalisasi lahan tidak akan tercapai,” kata Heri.***

Views: 0

Views: 0

banner 325x300

Tinggalkan Balasan