Ciamis, Berandaperistiwa.com,- Produksi gula coklat sukrosa oleh industri kecil menengah (IKM) di Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah penting, terutama dalam hal pencantuman label dan komposisi produk.
Meskipun produk tersebut telah menyebar ke berbagai wilayah di luar Ciamis, mayoritas IKM belum sepenuhnya mematuhi ketentuan pelabelan pangan yang berlaku.
Temuan itu mengemuka dalam kegiatan pembinaan dan pengawasan terpadu yang dilakukan Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan (DKUKMP) Kabupaten Ciamis, Senin (20/5/2025).
Kegiatan ini turut melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Jawa Barat, KUKP Jawa Barat serta aparat Kecamatan Lakbok.
Pembinaan dan Pengawasan CPPOB
Dalam kegiatan tersebut, tim mengunjungi lima titik IKM penghasil gula coklat sukrosa.
Hasilnya, hanya satu pelaku usaha yang dinilai telah memenuhi sebagian aspek pelabelan dan perizinan, yaitu PD Sumber Kehidupan milik Paimin.
Produk dari usaha tersebut sudah mencantumkan label “gula coklat sukrosa” serta memiliki izin PIRT.
Namun, komposisi produk belum ditampilkan secara lengkap, termasuk bahan-bahan seperti gula rafinasi, molases, natrium metabisulfit, dan bahan tambahan pangan (BTP) lainnya.
“Kami melihat masih banyak pelaku usaha yang abai dalam pemenuhan kewajiban pelabelan dan komposisi produk. Padahal, aspek ini sangat penting untuk menjamin keamanan dan transparansi bagi konsumen,” ujar Kepala Bidang Industri DKUKMP Ciamis, Dini Kusliani.
Dini menegaskan bahwa pembinaan ini juga difokuskan pada penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
CPPOB merupakan adaptasi dari Good Manufacturing Practices (GMP) yang disesuaikan untuk industri skala kecil dan menengah, serta menjadi prasyarat dalam produksi pangan olahan yang aman dan bermutu.
“Kami mendorong agar semua IKM mulai menerapkan prinsip-prinsip CPPOB, tidak hanya untuk memenuhi regulasi, tetapi juga agar produk mereka memiliki daya saing dan tidak membahayakan masyarakat,” kata Dini.
PIRT Wajib Bagi IKM
Sanitarian Ahli Muda Dinas Kesehatan Ciamis, Ii Suarni, menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (OSS-RBA), semua produk pangan olahan dengan daya simpan lebih dari tujuh hari wajib memiliki izin edar.
“Untuk skala rumah tangga, bentuk perizinannya berupa PIRT. Jika tempat produksi terpisah dari rumah, seharusnya izin yang digunakan adalah MD dari BPOM. Label dan komposisi produk merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi,” ujar Ii.
Menurut Ii, dalam sistem OSS yang berlaku saat ini, nomor izin diterbitkan lebih dulu, baru kemudian dilakukan pemenuhan komitmen.
Waktu yang diberikan untuk memenuhi komitmen tersebut adalah dua kali tiga bulan.
“Apa saja bentuk komitmennya? Pertama, mengikuti bimbingan teknis terkait keamanan pangan dan mengunggah sertifikat PKP sebagai bukti,” jelasnya.
Kedua, harus ada hasil survei lapangan. Dinas terkait akan meninjau langsung ke lokasi pabrik untuk menilai tingkat kelayakan. Jika hasilnya berada di level 1 atau 2, maka dinyatakan lolos.
Namun jika berada di level 3 atau 4, maka belum lulus dan perlu ada perbaikan. Ketiga, draft label produk juga harus dilampirkan.
“Di lapangan, kami temukan produk yang sudah punya nomor PIRT, tetapi belum mencantumkan label dan komposisi. Ini akan kami kami lakukan pembinaan berkelanjutan,” tambahnya.
Produk Harus Jelas
Selain penggunaan bahan tambahan, pengawas dari BPOM Jawa Barat, Nabhiel Agnes Wulandari, menyoroti Gula Coklat Sukrosa di Pasar Tradisional.
Dia menjelaskan bahwa gula coklat sukrosa memang termasuk dalam kategori pangan dan secara aturan diperbolehkan untuk diproduksi serta diperjualbelikan.
Namun, produk tersebut wajib memiliki izin edar dan harus dilabeli secara jelas sebagai gula coklat sukrosa.
Masalah yang ditemukan di pasar tradisional adalah banyak produk yang beredar tanpa label resmi.
Produk tersebut sering kali tidak mencantumkan nama jelas, komposisi, ataupun identitas produk.
Padahal, seharusnya setiap produk mencantumkan nama dagang yang sesuai serta komposisi lengkap.
“Jangan hanya mencantumkan nama umum seperti “gula merah”, tapi harus dituliskan secara spesifik sebagai gula coklat sukrosa agar konsumen mendapatkan informasi yang benar,” jelasnya.
Sementara Untuk bahan seperti molases harus memiliki sertifikat food grade.
Namun demikian, karena penggunaannya memengaruhi hasil akhir, tetap diperlukan pengujian terhadap komposisi gula coklat sukrosa produk tersebut.
Pemerintah Daerah Harus Punya Taji
Produk gula coklat sukrosa asal Lakbok diketahui telah menyebar ke wilayah Tasikmalaya, Karawang, Bandung, bahkan ke luar Jawa Barat.
Aktivis dari Komunitas Mata Hati Ciamis, Muhamad Abid Buldani, menyatakan bahwa tanpa pengawasan yang ketat dan kepatuhan terhadap regulasi, potensi penyebaran produk bermasalah akan semakin besar.
“Penggunaan natrium metabisulfit memang diperbolehkan dalam batas aman. Namun jika digunakan berlebihan, risikonya bukan hanya pada kesehatan konsumen, tapi juga kredibilitas produk lokal itu sendiri,” kata Abid.
Ia menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan bagi para pelaku IKM agar tidak hanya berorientasi pada harga murah, tetapi juga menjadikan keamanan pangan sebagai prioritas utama.
Abid mendorong pemerintah daerah untuk lebih tegas dalam melakukan pembinaan dan pengawasan rutin.
“Bagian dari upaya mendorong kualitas produk lokal yang kompetitif dan aman dikonsumsi masyarakat luas,” tegas Abid***
Views: 6